Minggu, 13 Mei 2012

Kami Sahabat

Minggu yang indah, lengang, kosong dan sedikit santai
Nyatanya kami terbebas dari tumpukan –tumpukan PR yang menggetirkan,
Merdeka dari duduk setengah santai, tegak dan siap sembari menyimpan 2 lipatan tangan diatas meja keras
Bebas dari pelajaran menghitung yang begitu melilit-lilitkan otak kiri
Pelajaran Arab yang kadang sedikit menjemukan
Hingga kepenatan yang kian membeku
Pagi itu, kami mendapat sedikit bocoran dari sedikit kertas pengumuman di beranda sekolah
Nyatanya hari ini libur kawan....
Ya, ini kesempatan kami berlibur melepas kepenatan bersama sahabat, rekan sekaligus teman
Bersorak ditengah kegembiraan yang memuncak
Kami bergegas didampingi kebahagiaan layaknya seekor kuda yang dilepas dari kandangnya
Kami libur kawan... bebas dari Asrama
Langkah tegak kami gas dengan sangat gagah
Ditengah Tiupan angin yang menggerakan rumput-rumput mungil menghijau didampingi bunga yang mulai berguguran, elok, begitu manis dan menawan
seakan turut berbahagia dengan kebebasan kami
Bermaksud berlibur melepas penat, mencairkan kebosanan yang membeku
Jarak seribu kilo milpun tak terasa lelahnya
Dimensi ruang pedesaan telah kami jejak dengan langkah kaki yang begitu gagah dan semangatnya
Kami sahabat...
Berlibur dan menata kebersamaan disebuah pedesaan kecil yang begitu indah, gemercik, teduh, rindang dan sangat bersahaja
Mencoba meretas hangatnya senja dengan mega kesetiaan
Kala itu pernah kami ukir seuntai tawa kecil sarat akan kebahagiaan
Tepatnya ditepi aliran sungai yang begitu ricik dengan nyanyian deras air yang begitu merdu kami ukhwuwah arti sebuah persahabatan
Kala itu pernah kami rekam dalam dimensi memori kecil
Sentuhan angin sejuk yang menyaksikan kami bercanda ria menikmati dimensi pedesaan yang bersahaja
Tentang burung yang kala itu bersiul ditengah kebebasan kami
Tentang tarian padi yang menguning menanti saat-saat penumbukan tiba
Tentang senja yang ditunggu ketika semua datang beristirahat setelah berlari kelelahan dising hari
Kami sahabat...
bersama dikala menangis, tertawa, ragu, sedih, dan semua yang menyangkut rasa
kebersamaan ini akan selalu ku kenang hingga nanti masa tua menjemput...
sahabat ingat aku selalu, ingat tentang kebersamaan hebat kita ketika itu, tentang amarah yang menjadikan anugrah tentang canda yang mampu menyimpulkan senyum....
sahabat kau segalanya.....

Tentang Malam

Kata-kata itu gaduh terkoyak meriuh di serambi otak kananku

Merongkah seakan berharap bisa mendaki samar imajinasiku

Mengganggu, bebal aku dibuatnya

Partikel kata yang mengoyak otakku

Membuat lelap berganti gaduh

Tepat diseperempat malam

Ketika malam menampakan gelap sebagai jati dirinya

Menatap langit-langit

Ia sudah tak berarti menjadi bidadari yang menyanyikan lagu tidurku

Mencari indah mimpi
Dia menghilang ditelan sadar

Tak lagi menghibur lipatan mataku

Terdiam dan lalu tersekat beberapa menit

Lalu aku bangkit tegap dan hebat berdiri

Tapi lalu lemah tergeletak dan tak berdaya

Menatap bisunya jendela

Hanya jinak angin yang samar menyapa lembaran kain kusam

Dan aku bertanya pada malam

Tentang sunyi yang bersembunyi dibalik kegelapan

Tentang dingin yang mencakar kulit

Tentang kunang-kunang yang menari membawa mahkota sinarnya

Tentang malam....

Tentang jati dirinya yang merangkul kegelapan dibalik kesunyian


Tasikmalaya, 04-02-2012

Orang Tua Terbaik Di Dunia

Awalnya aku iri padamu kawan.
Aku iri pada semua anak didunia yang memiliki orang tua yang menyayangi anaknya
dan selalu ada untuk keluarganya.
Bisa bercerita tentang masa ini dengan penuh tawa pada ayah itu pasti asyik.
Atau bisa curhat tentang keluh kesahku pada ibu
itu juga pasti lebih asyik dan menyenangkan dari pada curhat kepada teman.
Tidakkah ia ngat denganku yang masih remaja dan membutuhkan perhatian lebih ?
aku ini remaja labil kawan,
sedkit disentuh langsung terjatuh.
Aku butuh ibu yang bisa mendengarkan semua cerita dan keluh kesahku.
Kadang aku iri padamu kawan...
ketika melihat ibu kalian membesuk kalian dan membelai halus jemari kalian,
memeluk penuh kasih.....
Dan disini terlintas dalam pikirku,
keberadaanku disini
mungkin karna orangtuaku telah melepaskan tanggung jawabnya kepada sebuah lembaga,
ia tak lagi memberi kabar untukku,
dan aku dijauhkan dari dunia hobbyku...
Terlebih lagi ayahku,
terkadang ia pergi untuk pengembaraannya dan aku selalu tak sempat mendapat tanya dan tawa darinya...
dan ketika ia berada d rumah,
aku mencoba mengobrol dengannya.
Ia hanya menjawab “ hhhhmm” lalu beberapa saat diam.
Lalu berkata “ tadi gomong apa ?” lau sibuk dengan apa yang ia kerjakan.
Kawan, sekali lagi ku katakan padamu,
aku ini remaja labil.
Aku butuh seorang lelaki yang bisa membuat aku tertawa dan melupakan tumpukan tugas dan PR dari sekolahku untuk beberapa saat.
Ya, au iri padamu kawan.
Sampai saat ini ketika sebentar lagi umurku akan merubah statusku.
Dari remaja menjadi dewasa, ya... usiaku 16 tahun.
Saat ini, saat aku berusia 16 tahun.
Aku bicara dengan ayah dan ibuku.
Kali ini kami saling menatap wajah.
Aku berbicara banyak hal pada mereka.
Aku tanyakan semua pertanyaan yang selalu ku pendam selama ini.
Rasanya nyaman kawan. Nyaman sekali rasanya bisa mengobrol dengan ayah dan ibu.
Tetapi, walaupun aku senang,
Saat itu aku melihat wajah ayah dan ibuku dengan seksama.
Kau tau kawan ? mata mereka kini tidak lagi cerah seperti dulu,
matanya menyiratkan kelelahan.
Kulit mereka tidak lagi segar,
kini mulai tumbuh keriput-keriput kecil disisi mata kanan dan kirinya.
Ya alloh... saat itu aku berpikir...
apakah wajah kelelahan itu untuuku ?
ya kawan, semuanya untukkusetiap hari mereka berjuang untukku,
berjuag agar aku bisa sekolah dan bisa menabung untuk masa depanku.
Dan karena aku tidak menyadari semua itu,
aku biarkan ibuku mengambil rapor sekolahku dengn nilaiku yang tidak memuaskan.
Tapi apa katanya kawan ? “ tak apa-apa nak, masih ada semester depan untuk kamu bisa merubahnya, belajarlah lebih rajin”
ya. Itulah yang ia katakan, ia selalu memotivasiku.
Maka pantaskah aku berharap untuk dibuat tertawa oleh mereka?
Pantaskah aku jejali hari-hari melelahkan mereka dengan cerita-ceritaku yang membosankan ?
seharusnya aku yang membuat mereka bahagia  dan membuat mereka tertawa.
Ya, aku seharusnya berpikir lebih dewasa. Ayah, ibu maapkan aku.
Dan detik ini juga kawan,
aku tidak berpikir bahwa aku iri padamu,
tapi aku bangga karena aku punya orangtua terbaik di dunia.

Kamis, 10 Mei 2012

Mari Menulis !

“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. [Imam Al-Ghazali]

saya terinspirasi dengan kata-kata cendikiawan muslim tersebut untuk menulis catatan ini
entah apa yang sekarang sedang saya pikirkan
hanya ada partikel kata-kata saja yang berdesakan diotak kanan saya sehingga saya hanya ingin menyampaikan amanat dari otak kanan saya menjadi untaian kata demi kata hingga menjadi sebuah paragraf kecil yang begitu minim

kawan,
Sejatinya menulis yaitu mencurahkan apa yang kita pikirkan menjadi sebuah tulisan yang bermanfaat untuk diri sendiri dan untuk orang lain lebih luasnya.
Kadang banyak orang yang enggan untuk mencurahkan pemikirannya menjadi sebuah tulisan,
padahal menulis adalah hal yang paling bebas,
bisa dikatakan menulis seperti halnya seekor burung yang bersiul melintasi angkasa kebahagiaan,
terbang diangkasa raya, bebas melayang-layang melihat indahnya seluruh jagad raya,
menikmati segarnya hembusan angin yang tanpa batas, merebahkan sayap indahnya sesuka hati ( Hmmm... jadi kebayang kalau kita terbang bebas seperti burung )

Baik kawan, kita kembali kepada pembicaraan awal kita, dunia tulis menulis.
Kawan-kawanku, sebenarnya menulis itu mudah dengan kita mengumpulkan satu,dua huruf tentu bisa menjadi sebuah kalimat, selanjutnya dengan satu, dua kalimat jika dikumpulkan bisa menjadi paragraf, nah.. apalagi kalau kita menulis dengan tekun dan sungguh-sungguh tenyunya kumpulan paragraf itu bisa menjadi sebuah artikel. Hmmm mudah kan kawan ?

Dengan itu kita bisa menjadi penulis dan sejarawan sejati.
Jika kita ingin menjadi sejarawan sejati yang dikenang oleh banyak orang tentu tidak sukar,
cukup kita menggoreskan pena dengan menuliskan hal apa yang kita pikirkan yang bermanfaat bagi orang lain insya Alloh kita bisa menjadi sejarawan sejati.
Karna itu tulisan yang kita gorekan sekarang tidak bisa dibaca untuk hari ini saja akan tetapi bisa dibaca untuk tahun depan bahkan 100 tahun yang akan datang.
Jika penulisnya sudah menninggal tulisannya masih bisa dibaca oleh orang-orang yang membutuhkan.
Seperti dalam pepatah Adabiyah mengatakan
“ Al-ilmu soidun wal kitabatu qoiduhu “ ( ilmu itu bagaikan binatang buas dan tulisan itu pengikatnya ).

Baik kawan, memang benar tulisan itu dikatakan sebagai pengikatnya karna tulisan itu bisa diabadikan dan didokumentasikan.
Di zaman yang serba modern ini, dunia tulis menulis tidak hanya diidentikan dengan sebatang pena, selembar kertas dan tumpukan buku-buku sebagai fasilitasnya.
Ada yang lebih mudah dari yang demikian itu, dengan kita memijit tool-tool dari keyboard, kita bisa menulis, tidak perlu kita mencatat lalu memindahkan ke pesonal computer ( PC ),  Wow.. benar-benar mudah ya kawan ! so mari mulai dari sekarang mulai dari hal yang kecil dan mulai dari diri sendiri ..

10 Detik Yang Takan Mungkin Kembali

Ku harap ini mimpi yang terlahir dari tidur panjang penuh lelap dengan kehangatan yang diselimuti gelap, mengantarkanku ke dunia malamku yang akan kutapaki. Ke dunia mayaku. Memang harap tak kunjung tiba. Hanya asa yang bergelanyut manja menanti. Entah sampai kapan. Kuharap ini sebuah mimpi dan atau sebuah dongeng dan cerita yang terlantun dari bibir penuh irama kasih. Tak sanggup kukayuh roda kehidupan ini menuju pelabuhan yang abadi. Entah aku resah, takut, lelah dengan drama kehidupan ini.
Sungguh aku lelah.
                Kau, dengan sentuhan jemari lembutmu yang pernah membelai rambut indahku, membelai penuh mesra, memberikan suapan terlezat yang pernah masuk kedalam tubuhku. Kau, yang penuh keikhlasan memberikan hari-hari yang istimewa dengan pelangi sejuta warna yang menghiasi memori masa kecilku, kau dengan semua  pengorbananmu yang pernah menjaga dan memelihara dari kegetiran dan segala macam bahaya yang menghampiriku. Kau, bunga tidurku. Kau, segalanya.
            Tapi, ku kira kau telah melupakanku, telah menduakanku. Ketika itu, sepeninggal sosok seorang ayah kandungku yang rela mengorbankan tulang punggungnya, mencucurkan keringat panasnya, menjadikan harinya penuh kelelahan demi sesuap nasi untukku dan kau. Kau lebih memilih dia. Lelaki yang tak kusukai. Kau tahu, aku sangat membencinya. Aku tidak mau dia menggantikannya. Tidak, kau tak mengeri. Aku tak ingin kasihmu terbagi. Cukup, hanya untukku seorang. Tapi dia telah merampasmu dariku. Bagaimana aku tidak marah ? aku hanya ingin engkau menjadi milikku seorang, ibu...
            Tidak ada yang bisa merubah tekad kuatku, ini keputusanku. Jarum jam yang terus merayap, seolah memutar kembali kenangan indah itu. Tapi sebelum fajar menyingsing, sebelum ayam pagi berkokok, aku harus sudah pergi dari sini. Maapkan aku, bukankah itu maumu ?
**********
            “kemana.... kemana.... kemana ... anakku.. dimana kamu sayang.. dimana ..hihihihihhhii anakku”
Wanita tua itu terus saja memekikkan suaranya.berjalan gontai tak tentu arah dan terus berjalan tanpa henti. Geraian rambut hitamnya yang kusut dan semrawut, wajahnya yang kusam entah berlumuran dengan tanah atau kotoran. Bajunya yang lusuh penuh robekan kecil yang menempel, mungkin hanya baju itu yang setia dikenakan ditubuhnya
            Berpuluh kilo jalan yang telah ia lewati, berharap menemukan jejak yang tertinggal, tekad yang teguh tetap ia pegang erat, teguh dengan genggamannya pada kantung plastik berwarna hitam kusut yang entah apa isinya. Sedang tangan kirinya yang setia memeluk erat boneka panda kecil yang sebenarnya lucu dan bersih, Andai tidak usang dan kucel.
            Sekelompok anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah tiba tiba berarak keluar gang dan melemparinya dengan kerikil kecil. Ia tak membalas. Meringkuk sembari memeluk boneka dan plastik hitam yang kusam, ia hanya melakukan itu, tak cukup rupanya, anak-anak itu malas mengerumuni dan meneriakinya. “orang gilaaaa.... orang gilaaaaaa...ooorang gilaaa..”
            Ia ketakutan, tubuhnya menggigil dengan teriakan itu, dipandanginya deretan anak kecil itu, dan pandangannya tertuju pada gadis kecil yang memakai gaun merah yang dipercantik dengan kuciran bawang yang lucu dan manis, lalu ia tersenyum, “anakku ? anakkuu... hihihhi anakku.. Nana ... ayo sini ini mama ... hihhiiihii”
            Tawa kecil anak-anak itu seketika terhenti manakala wanita itu berdiri dan berusaha mendekati gadis kecil itu. Mereka berhamburan ke jalanan meninggalkan sang gadis kecil ditempat wanita tua itu. Wanita tua itu terus mendekatinya, ingin rasanya ia memeluk, menggendong dan mengecup kedua pipi manisnya itu. Ia rindu.. rindu pada anak anaknya .. kuncir rambutnya dan gaun merah yang ia kenakan mengingatkan pada memori indah tentang buah hatinya, ia berharap, sangat berharap yang ada dihadapannya adalah anak kandungnya.
            “Nana ? Nana anak mama.. Nana, mama cali kemana-mana kok Nana ada disini ? ini mama Na, hihhhhii” tanyanya penuh harap. Suaranya benar-benar lirih. Gadis kecil itu masih saja berdiri dihadapan wanita tua itu, namun ketika tangan wanita tua hampir menyentuh pipi manisnya tangisan gadis kecil itu menggelegar keras, tpi ia tetap saja berdiri disitu.
            “Nana kenapa menangis  ? ini mama Na, cini ikut sama mama...” dihapusnya air mata pipi sang gadis kecil dengan penuh kasih. Lalu ia tersenyum. Tapisenyumnya kembali terhenti manakala kulit kusamnya terkena lemparan batu lagi. Kali ini bukan main-main, rupanya ibu-ibu dihadapannya menatapnya dengan geram dan mata yang membulat penuh amarah dan segera menarik tangan gadis kecil dari hadapannya. “heh ! orang gila ! pergi sana! Kamu apain anak saya ? pergi kamu !!!!”
“Anakku... anakku .. jangan ambil anakkuuuuuuu ...” ia berteriak histeris dengan kepergian gadis kecil itu. Entah mengapa ia merasa hatinya kosong. Batinnya tercabik. Air mata itu tak sanggup lagi dibendungnya. Boneka dan bungkusan kantung plastik hitam itu terus di dekapnya membuat noda kembali tercipta dibadan boneka itu.” Ia berlari mengejar ibu yang membawa gadis kecil tadi, seolah tak pedulikan suara keras klakson-klakson mobil yang berlalu lalang dihadapannya. Ia terus berlari berusaha mendapatkan belahan hatinya dan darah dagingnya yag hilang. Na’as sebuah mobil bak terbuka yang melaju sangat kencang menghentikan langkahnya...
*******

Aku tersekat lalu terdiam membisu memandang hujan yang gagah, basah dan manis turun dengan derasnya. memaksa sang mentari untuk tenggelam dalam terangnya. Deraian air mata ini rasanya juga terus menderai mengalir menganak sungai seiring rintik itu berlabuh di atas tanah yang mulanya kering. Membasahi hati yang teriris luka. Perih begitu sakit.. perlahan kupejamkan mataku, tapi air mata ini tak kunjung jua berhenti. Kenangan-kenangan bisu itu terus saja berputar bak jarum jam yang tak henti merayap mengitari waktu yang terus bejalan. Tak bisa ku hentikan. Ngin ku kutuk diri ini. Karna keegoisanku.
            Kembali kubuka mataku memandang sebuah gaun merah yang ku keanakan dengan sebuah boneka panda yang kini kudekap peuh erat. Memandangi sebuah gundukan tanah merah itu. Mengapa seakan tuhan tak pernah adil kepadaku ? eolah ia tak memberikan kesempatan kedua untukku. Beribu maaf dan sesal berkutat dihati ini.
“Ma, terimakasih atas semuanya. Nana tah, mungkin sulit untuk mama memaafkan anak yang durhaka ini. Tak pantas memang Nana ada disini. Tapi Nana yakin kesucin, keikhlasan dan keteguhan hati mama untuk mencari Nana selama ini tak pernah pudar. Ma, Nana mohon maafin Nana, Nana tidak bermaksud untuk membunuh mama. Ma, andai mama bisa membuka mata mama kembali,           Nana akan memberikan apapun untuk mama. Ma, anadai mama bisa membuka mata mama walau hanya 10 detik, Nana ingin mama melihat Nana mengenakan baju dari mama ini. Baju merah kesukaan Nana. Hati mama terlalu tulus untuk Nana, hingga saat terakhir mama, mama masih saja mencari Nana anak yang durhaka ini hanya untuk memberikan gaun kesukaannya yang dirajut dengan segala rasa,harapan dan air mata. Maafin Nana maaa...”
            Hujan akhirnya berhenti. Seolah menyuruh tanguisan ini diam. Mengantarkan seorang ibu dengan jiwa malaikat dipeluk bumi dengan irisan tangis penyesalan sang belahan jiwa yang selama ini dicarinya entah kemana...